Analisis: Gencatan Senjata Gaza di Persimpangan Jalan, Mungkinkah Aliansi Iran-Saudi-Turki Mengubah Peta Perdamaian?

GAZA (detikgp.com) – Dunia kembali menyaksikan upaya intensif untuk mengakhiri krisis kemanusiaan di Jalur Gaza.

Sementara mediator dari Mesir dan Qatar bekerja tanpa henti untuk mencapai kesepakatan gencatan senjata 60 hari, yang diharapkan dapat memungkinkan pembebasan sandera dan pengiriman bantuan krusial, ketidakpastian masih membayangi.

Di tengah harapan akan jeda pertempuran, sebuah skenario hipotetis. Namun, mendalam mulai diperbincangkan di kalangan analis geopolitik.

Bagaimana jika tiga kekuatan utama di Timur Tengah—Iran, Arab Saudi, dan Turki—mengedepankan kepentingan kemanusiaan di atas rivalitas politik mereka? Ide ini bukanlah tentang pembentukan pakta militer baru, melainkan sebuah demonstrasi solidaritas moral dan diplomasi terkoordinasi yang bertujuan untuk menciptakan momentum perdamaian permanen.

Konsep yang disebut sebagai “Misi Gaza” ini akan menjadi langkah revolusioner, mengingat sejarah panjang persaingan pengaruh dan perbedaan ideologi sektarian, terutama antara Iran (Syiah) dan Arab Saudi (Sunni), yang telah lama memecah belah kawasan.

Gagasan ini menawarkan cetak biru potensial untuk mengatasi fragmentasi dunia Muslim yang selama ini menghambat penyelesaian isu Palestina. Sebuah front persatuan dari ketiga negara ini dapat memberikan tekanan politik dan dukungan finansial yang signifikan bagi terciptanya solusi yang adil.

Masing-masing negara membawa aset uniknya: Arab Saudi dengan kekuatan finansial dan kedekatan dengan negara-negara Barat, Iran dengan pengaruhnya terhadap berbagai kelompok perlawanan, dan Turki sebagai jembatan diplomatik serta pemain kunci di NATO. Bersama-sama, mereka dapat menggerakkan semua pihak yang berkonflik menuju meja perundingan.

Dalam kerangka analisis hipotetis, para pemimpin kebijakan luar negeri dari ketiga negara mengisyaratkan potensi ini. Menteri Luar Negeri Iran menekankan imperatif moral, “Perbedaan ideologis dan politik kami sangat nyata, namun tidak ada yang lebih penting daripada penderitaan rakyat Palestina. Misi ini tentang tanggung jawab moral yang kita semua pikul,” ujarnya.

Sejawatnya dari Saudi, Pangeran Faisal bin Farhan Al Saud, menyoroti urgensi stabilitas kawasan, “Dunia Muslim telah terfragmentasi terlalu lama. Dengan bersatu, kita tidak hanya memberikan dukungan material, tetapi juga kekuatan politik yang tak terbantahkan,”

Sementara itu, Menteri Luar Negeri Turki, Hakan Fidan, melihatnya sebagai paradigma baru dalam diplomasi, “Ini adalah model di mana negara-negara dapat mengatasi ketidaksepakatan mereka demi tujuan yang lebih besar, menunjukkan kepada dunia bahwa solusi damai dan kolaboratif itu mungkin,”

Namun, realitas geopolitik kawasan tidaklah sederhana. Sejarah hubungan yang kompleks dan perbedaan kepentingan yang mendalam, ditambah dengan potensi reaksi dari aktor eksternal seperti Amerika Serikat dan Israel, menjadi tantangan yang signifikan.

Kompetisi untuk pengaruh di negara-negara lain seperti Suriah dan Yaman bisa mengancam persatuan aliansi ini. Kendati demikian, konsep aliansi strategis ini menawarkan perspektif yang segar dan harapan baru. Gencatan senjata yang sedang berlangsung mungkin hanya solusi sementara.

Namun, gagasan tentang kolaborasi yang lebih dalam antara Iran, Arab Saudi, dan Turki bisa menjadi kunci untuk mewujudkan perdamaian yang adil dan langgeng di Timur Tengah, jauh melampaui sekadar jeda pertempuran. (As)

Editor: Nurul Khairiyah

Comments (0)
Add Comment