JAKARTA (detikgp.com) – Aksi massa besar kembali mengguncang Jakarta pada akhir pekan ini. Ribuan orang dari berbagai elemen masyarakat, mulai dari mahasiswa, buruh, hingga pengemudi ojek online, turun ke jalan untuk menyuarakan keresahan mereka. Tuntutan yang disampaikan berkisar dari persoalan tingginya biaya hidup, melonjaknya harga kebutuhan pokok, maraknya pemutusan hubungan kerja (PHK), hingga polemik tunjangan besar bagi pejabat negara yang dianggap tidak sebanding dengan penderitaan rakyat kecil.
Tragedi meninggalnya Afan Kornawan, seorang pengemudi ojek online yang tewas tertabrak kendaraan aparat saat aksi sebelumnya, semakin memperkuat semangat massa untuk bersatu. Nama Affan kini menjadi simbol perlawanan sekaligus duka yang mendalam. Banyak peserta aksi membawa poster bertuliskan “Keadilan untuk Affan” dan “Rakyat Bersatu, Tegakkan Keadilan.”
Namun, di tengah lautan massa, ketegangan tidak bisa dihindari. Aparat keamanan sempat menembakkan gas air mata untuk membubarkan kerumunan, sementara sebagian kecil massa merespons dengan lemparan batu. Suasana memanas dan menimbulkan kekhawatiran publik akan terjadinya kerusuhan besar seperti di masa lalu.
Presiden Prabowo Subianto langsung menanggapi situasi tersebut melalui konferensi pers di Istana Merdeka pada 31 Agustus 2025. Dalam pernyataannya, ia menegaskan bahwa aspirasi rakyat akan tetap diperhatikan, tetapi menyampaikan pesan keras agar masyarakat tidak terprovokasi.
“Saya mengimbau masyarakat untuk tetap tenang dan menyampaikan aspirasi dengan damai. Jangan biarkan ada pihak yang menunggangi kemarahan rakyat untuk membuat kekacauan. Aksi anarkis dan penjarahan hanya merugikan rakyat sendiri,” tegas Presiden.
Seruan tersebut mendapat tanggapan luas di media sosial. Di kanal YouTube Sekretariat Presiden, ribuan komentar masuk dengan nada serupa: menuntut tindakan tegas terhadap koruptor dan segera mengesahkan RUU Perampasan Aset.
Banyak netizen yang menekankan bahwa rakyat mendukung aksi damai, bukan kerusuhan. “Pak Presiden, dengarkan suara kami. Jangan sampai perjuangan rakyat ternodai penjarahan. Koruptor yang harus ditindak, bukan rakyat kecil,” tulis salah seorang warga.
Keluarga Affan Kurniawan pun menyampaikan pesan serupa. Dalam prosesi pemakaman, mereka menegaskan agar perjuangan Affan tidak dicemari aksi anarki. “Kami ingin keadilan ditegakkan dengan cara yang benar, bukan dengan kerusuhan. Biarlah Affan dikenang sebagai pejuang rakyat, bukan sebagai korban kekacauan,” kata salah satu anggota keluarga.
Kini, bola panas berada di tangan pemerintah dan DPR. Rakyat menunggu langkah nyata dalam merespons tuntutan utama: memberantas korupsi secara serius, menurunkan beban hidup masyarakat, dan menghadirkan kebijakan yang berpihak pada rakyat kecil. Namun satu hal jelas: perjuangan rakyat akan lebih kuat jika dijalankan dengan damai. Tanpa kekerasan dan penjarahan, suara rakyat justru akan lebih didengar dan dihormati. (Red./As)
Editor: Nurul Khairiyah