detikgp.com – Kolonel (Purn.) Douglas Macgregor adalah salah satu tokoh militer Amerika Serikat yang pemikirannya kerap menjadi rujukan dalam membaca arah geopolitik dunia. Dengan latar belakang panjang di militer, pengalaman lapangan, serta reputasi sebagai perencana strategi, ia sering hadir di ruang publik untuk memberikan analisa yang tajam dan berbeda dari arus utama. Keberaniannya mengkritik kebijakan Washington menjadikannya sosok yang disegani sekaligus kontroversial.
Lahir dari tradisi militer yang kuat, Macgregor mengabdikan dirinya puluhan tahun di Angkatan Darat AS. Ia dikenal sebagai perwira yang berani menawarkan gagasan reformasi dalam struktur tempur, terutama melalui bukunya Breaking the Phalanx yang mempengaruhi cara pandang militer modern Amerika. Setelah pensiun, kiprahnya berlanjut di dunia akademis, media, dan konsultasi strategis. Setiap kali ia berbicara, publik dunia mendengar dengan penuh perhatian.
Dalam wawancara terbarunya pada Agustus 2025, Macgregor kembali menyoroti perang Ukraina yang masih membara. Baginya, konflik itu bukan sekadar persoalan perbatasan, tetapi bagian dari pertarungan geopolitik antara Rusia dan NATO.
Ia dengan tegas menyatakan, “Perang di Ukraina bukan hanya tentang batas wilayah, tetapi tentang benturan strategi besar antara Rusia dan NATO. Setiap hari yang berlalu, rakyat Ukraina semakin menderita, sementara Barat terus mendorong konflik ini tanpa menawarkan jalan keluar yang nyata.”
Macgregor juga mengingatkan bahwa Eropa kini sedang menanggung akibat dari kebijakan yang mereka ikuti. Krisis energi, inflasi, serta ketidakstabilan politik yang muncul adalah konsekuensi dari mengikuti arahan Washington tanpa mempertimbangkan kepentingan domestik mereka.
Menurutnya, “Eropa telah menjadi korban dari kebijakan yang mereka
dukung sendiri. Krisis energi, inflasi, dan ketidakstabilan politik adalah harga yang mereka bayar karena membiarkan Washington mendikte arah kebijakan mereka.”
Kritik ini memperlihatkan bagaimana ia memandang Eropa bukan sebagai aktor bebas, melainkan sekadar perpanjangan tangan kebijakan Amerika Serikat. Selain menyoroti Ukraina, Macgregor juga melihat fenomena kebangkitan BRICS sebagai gejala lahirnya dunia multipolar.
Menurutnya, BRICS bukan sekadar forum ekonomi, tetapi simbol perlawanan global terhadap dominasi dolar dan hegemoni Barat. Ia menyampaikan, “Kita sedang menyaksikan lahirnya tatanan dunia multipolar. BRICS bukan sekadar aliansi
ekonomi, melainkan simbol perlawanan terhadap dominasi dolar dan hegemoni Barat. Amerika Serikat harus memilih: beradaptasi atau semakin terpinggirkan.” Pandangan ini menegaskan bahwa perubahan struktur kekuatan dunia tidak bisa lagi diabaikan oleh Washington.
Meski keras mengkritik kebijakan luar negeri Amerika, Macgregor tidak berhenti pada kritik semata. Ia juga menyerukan introspeksi internal bagi negaranya sendiri. “Negara kita harus
berhenti mencari musuh di luar negeri, dan mulai membangun kekuatan di dalam negeri. Tanpa fondasi ekonomi yang kuat dan persatuan nasional, kita akan kalah dalam persaingan global.”
Menurutnya, kekuatan sejati Amerika bukan terletak pada dominasi militer semata, melainkan kemampuan memperkuat sendi-sendi ekonomi dan sosialnya.
Dengan pandangan-pandangan tersebut, Kolonel Douglas Macgregor tetap tampil sebagai suara yang lantang sekaligus jernih di tengah pusaran politik global. Kritiknya sering menantang status quo, namun justru di situlah letak relevansinya.
Di era ketika propaganda dan polarisasi mewarnai wacana publik, sosok seperti Macgregor menghadirkan perspektif
alternatif yang membuka ruang diskusi lebih luas. Ia bukan sekadar purnawirawan militer, tetapi seorang analis yang memberi arah baru bagi pemahaman geopolitik dunia. (Red./As)
Editor: Nurul Khairiyah