Nadiem Makarim Jadi Tersangka Kasus Korupsi Pengadaan Chromebook, Kejagung: Kerugian Negara Capai Rp 1,98 Triliun

JAKARTA (detikgp.com) – Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Anwar Makarim sebagai tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi pengadaan perangkat teknologi informasi dan komunikasi (TIK) di Kemendikbudristek periode 2020 hingga 2022. Dugaan korupsi dalam proyek ini ditaksir menimbulkan kerugian keuangan negara sebesar Rp 1,98 triliun, berdasarkan estimasi awal.

Penetapan tersangka diumumkan oleh Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Anang Supriatna, dalam konferensi pers yang digelar pada Kamis, 4 September 2025, di Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan. “Hari ini, penyidik menetapkan tersangka baru dengan inisial NAM,” ujar Anang. Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus), Nurcahyo Jungkung Madyo, menambahkan bahwa penetapan ini dilakukan setelah tim penyidik mengumpulkan alat bukti yang cukup, termasuk dokumen, keterangan saksi, dan hasil pemeriksaan ahli.

Skandal ini bermula dari proyek digitalisasi pendidikan yang dilaksanakan Kemendikbudristek, di mana pemerintah mengadakan laptop berbasis sistem operasi Chrome OS (Chromebook) dalam jumlah besar. Meski uji coba perangkat ini pada tahun 2019 menunjukkan hasil yang tidak memuaskan, proyek tetap dilanjutkan pada tahun-tahun berikutnya.

Kejagung mengungkapkan bahwa Nadiem Makarim memberikan arahan langsung untuk menggunakan sistem operasi Chrome OS dalam rapat virtual melalui Zoom pada 6 Mei 2020. Rapat tersebut dihadiri oleh staf khususnya, Jurist Tan; Direktur SD Kemendikbudristek saat itu, Sri Wahyuningsih; Direktur SMP tahun 2020, Mulyatsyah; serta seorang konsultan teknologi, Ibrahim Arief. Dalam pertemuan itu, meskipun proses pengadaan secara resmi belum dimulai, Nadiem disebut telah memerintahkan penggunaan sistem operasi tertentu, yang dinilai bertentangan dengan prinsip netralitas dan tahapan dalam proses pengadaan barang/jasa pemerintah.

Akibat arahan tersebut, Ibrahim Arief selaku konsultan enggan menandatangani kajian teknis awal karena tidak mencantumkan Chrome OS. Kajian teknis kemudian diubah dan disesuaikan, dengan secara eksplisit memasukkan Chrome OS sebagai persyaratan dalam proyek pengadaan. Kejagung menyatakan bahwa proses ini tidak lepas dari pengaruh perintah Nadiem yang disampaikan melalui Sri Wahyuningsih kepada tim teknis.

Selain Nadiem, Kejagung juga menetapkan empat tersangka lain dalam kasus ini, yaitu Sri Wahyuningsih, Mulyatsyah, Jurist Tan, dan Ibrahim Arief. Keempatnya diduga melakukan persekongkolan untuk memastikan sistem operasi tertentu digunakan, dan melakukan pemufakatan jahat dalam proses pengadaan laptop tersebut.

Meski pengadaan ditujukan untuk mendukung pendidikan, terutama di wilayah 3T (tertinggal, terdepan, dan terluar), perangkat yang dibeli tidak dapat dimanfaatkan secara optimal karena keterbatasan infrastruktur di daerah-daerah tersebut. Kejagung menyebut pengadaan tetap dilakukan meskipun hasil uji coba tidak mendukung keberlanjutan program.

Nilai kerugian negara masih dalam proses audit oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), dan angka Rp 1,98 triliun yang disebut saat ini masih bersifat estimatif. “Angka tersebut masih estimasi sementara, perhitungan kerugian secara pasti akan diumumkan setelah BPKP menyelesaikan audit,” ujar Nurcahyo.

Kejaksaan Agung memastikan bahwa penyidikan akan terus berlanjut dan membuka peluang adanya penambahan tersangka lain, seiring dengan pengembangan kasus dan hasil audit yang sedang berlangsung. (Red./As)

Editor: Nurul Khairiyah

Anda mungkin juga berminat