Ahli Gizi Soroti Masalah Sistemik Program Makanan Bergizi, Rekomendasikan Perbaikan Mendesak

JAKARTA (detikgp.com) – Program Makanan Bergizi (MBG) pemerintah mendapat sorotan tajam dari pakar gizi, Dr. Tan Shot Yen, dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi IX DPR RI, Senin (22/9). Dr. Tan mengungkapkan sejumlah masalah fundamental, mulai dari keracunan makanan, kesalahan menu, hingga ketidakpatuhan pada pedoman gizi yang berpotensi menggagalkan tujuan mulia program ini.

RDP yang dipimpin Anggota Komisi IX Charles Honoris ini digelar menyusul melonjaknya laporan keracunan makanan pada peserta program MBG. Data Jaringan Pemantau Pangan Indonesia (JPPI) mencatat 6.452 kasus, yang diduga kuat merupakan angka *underreported*.

Charles Honoris membuka diskusi dengan menyatakan kekhawatirannya. “Saya sangat khawatir sudah muncul ketakutan di antara orang tua murid untuk mengizinkan anak-anaknya mengonsumsi MBG di sekolahnya. Ketika hal ini terjadi di banyak titik, masalahnya ada di sistem,” tegas Charles.

Dalam paparannya, Dr. Tan Shot Yen menitikberatkan pada aspek keamanan pangan yang sering diabaikan. Ia menjelaskan bahwa suhu ruang (5-60 derajat Celcius) adalah zona kritis pertumbuhan bakteri.

“Kunci keamanan pangan nomor satu, jagalah pangan pada suhu aman. Makanan yang dibagi tidak boleh masuk ke suhu 60 derajat ke bawah,” tegas Dr. Tan.

Berdasarkan analisisnya, ia merekomendasikan solusi praktis dan mendesak: geser distribusi MBG ke kantin sekolah. Menurutnya, ini adalah cara paling realistis untuk memastikan makanan sampai ke anak dalam kondisi masih hangat dan aman, dibandingkan sistem distribusi jarak jauh yang digunakan banyak Satuan Penyedia Pangan Gizi (SPPG).

Dr. Tan juga mengkritik keras menu MBG yang dinilai tidak sesuai kebutuhan gizi anak. Ia menyoroti maraknya distribusi makanan ultra-proses (Ultra-Processed Foods/UPF) seperti biskuit kemasan, roti, dan susu formula lanjutan, yang justru bertentangan dengan semangat perbaikan gizi.

“Tolong jangan biskuit, jangan roti kemasan. Libatkan Persagi (Persatuan Ahli Gizi Indonesia) dan TPG (Tenaga Pelaksana Gizi). Mereka adalah orang yang paling tahu di lapangan,” ujarnya.

Ia menduga, ketidakterlibatan ahli gizi lapangan ini disengaja karena mereka akan mempertanyakan kualitas pangan yang dibagikan. “Karena BGN sudah tahu pas

Rekomendasi krusial lainnya adalah **revisi total panduan MBG dari BGN. Dr. Tan menyatakan bahwa selama panduan masih mencantumkan “makanan kering” dan “susu formula lanjutan”, SPPG akan terus menyediakannya, sekalipun tidak tepat guna.

“Bicara tadi tentang pentahelix… Akademisi enggak didengar, Pak. Masuk kuping kiri, keluar kuping kanan,” keluhnya, menegaskan bahwa masukan pakar sering diabaikan.

Ia juga menekankan pentingnya membedakan antara rekomendasi dan kritik. “Kami di sini semuanya dengan senang hati ingin membantu. Kita adalah bagian dari rakyat Indonesia. Undanglah kami. Kami enggak dibayar, kami juga mau kok,” pungkas Dr. Tan, menawarkan dukungan untuk perbaikan program. (Red./Rps)

Editor: Nurul Khairiyah

Anda mungkin juga berminat