KPK dan DJP Sepakat Perkuat Sinergi Lawan Korupsi dan Penggelapan Pajak

JAKARTA (detikgp.com) — Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Setyo Budiyanto, menegaskan pentingnya penerapan pendekatan multi-door dalam penegakan hukum di sektor perpajakan. Hal itu disampaikan saat menghadiri Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) III Direktorat Jenderal Pajak (DJP) 2025 di Kantor DJP, Jakarta, Jumat (10/10/2025).

Menurut Setyo, pengawasan dan penegakan hukum pajak tidak cukup dilakukan dengan pendekatan administratif semata. Sistem yang ada perlu diperkuat dengan integrasi lintas hukum, seperti pelibatan unsur tindak pidana pencucian uang (TPPU) dan korupsi, agar menciptakan efek jera yang nyata bagi para pelanggar.

“Penegakan hukum pajak seharusnya tidak berhenti di satu pintu. Ada banyak pintu masuk yang bisa digunakan, termasuk TPPU dan korupsi. Pendekatan multi-door ini penting untuk menutup ruang manipulasi,” ujar Setyo.

Ia menilai masih banyak ketimpangan dalam penerapan hukum pajak di lapangan. Tak jarang, wajib pajak yang patuh justru ditekan, sementara pelanggar yang tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) kerap lolos dari pengawasan. KPK menilai kondisi seperti ini harus segera diperbaiki agar sistem perpajakan benar-benar adil dan berintegritas.

“Wajib pajak yang patuh malah dihajar, sementara yang tidak punya NPWP justru tidak tersentuh. Ini yang harus diubah,” tegasnya.

Dalam forum yang dihadiri lebih dari 500 pimpinan DJP dari seluruh Indonesia itu, Setyo juga menekankan pentingnya transparansi dan moralitas aparatur pajak sebagai fondasi reformasi birokrasi. Ia menegaskan bahwa keberhasilan reformasi perpajakan tidak hanya diukur dari sisi kebijakan fiskal, tetapi juga dari tingkat kepercayaan publik terhadap lembaga pajak itu sendiri.

KPK mencatat, sejumlah kasus besar di sektor pajak seperti Angin Prayitno Aji dan Rafael Alun Trisambodo menjadi bukti bahwa praktik suap, gratifikasi, dan TPPU masih membayangi sistem perpajakan nasional. Menurut Setyo, kasus-kasus itu muncul karena lemahnya koordinasi antarpenegak hukum dan minimnya keberanian untuk menembus batas sektoral.

“Kita harus berani menembus sekat penegakan hukum sektoral. Kalau kasus TPPU, gunakan UU TPPU. Kalau korupsi, libatkan aparat hukum lain dan jangan berhenti di pajak saja,” ujar Setyo menambahkan.

Selain menyoroti aspek hukum, Setyo juga mengingatkan bahwa Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia 2024 yang masih bertahan di angka 37 dari 100 mencerminkan perlunya reformasi yang lebih mendasar. Ia menegaskan, sistem perpajakan yang bersih dan transparan akan berdampak langsung pada citra integritas Indonesia di mata dunia.

“Kalau tata kelola pajak bersih, dampaknya akan besar terhadap persepsi publik dan dunia internasional terhadap integritas kita,” ujarnya.

Menanggapi hal itu, Direktur Jenderal Pajak Bimo Wijayanto menyatakan dukungan penuh terhadap langkah KPK dalam memperkuat sistem hukum pajak. Menurutnya, DJP kini tengah memperluas kerja sama lintas lembaga untuk menangani kasus illicit enrichment, penggelapan pajak, dan korupsi yang terintegrasi dengan TPPU.

“Kami percaya, di setiap pengumpulan kekayaan ilegal pasti ada kewajiban pajak yang tidak terpenuhi. Multi-door approach akan memperkuat penegakan hukum dan menutup celah itu,” kata Bimo.

DJP, lanjutnya, berkomitmen menjadi mitra strategis KPK dalam membangun sistem perpajakan yang adil, transparan, dan berintegritas. Melalui kolaborasi tersebut, kedua lembaga berharap dapat memulihkan kepercayaan publik serta memperkuat fondasi penerimaan negara.

Rapimnas DJP 2025 ini menjadi momentum penting bagi KPK dan DJP untuk menegaskan kembali bahwa reformasi pajak tidak hanya soal regulasi, tetapi juga keberanian moral untuk menjaga integritas. Setyo menutup pesannya dengan ajakan agar seluruh pemangku kepentingan menjadikan integritas sebagai budaya kerja, bukan sekadar slogan. (Red./As)

Editor: Nurul Khairiyah

Anda mungkin juga berminat