Panduan Komprehensif Yayasan di Indonesia: Dari Pendirian Hingga Pertanggungjawaban Hukum

JAKARTA (detikgp.com) – Lanskap filantropi Indonesia terus berkembang pesat, dengan data Kementerian Hukum dan HAM mencatat lebih dari 400.000 yayasan terdaftar hingga 2024. Namun, di balik pertumbuhan yang mencapai 5-7% per tahun ini, tersimpan tantangan serius dalam aspek regulasi dan tata kelola.

Menurut H. Ahmad Sulaiman, SH, MH, praktisi hukum dengan pengalaman sekitar 35 tahun dalam pendampingan hukum , banyak  yayasan berdiri tanpa pemahaman memadai tentang kewajiban hukumnya. “Banyak yang menganggap yayasan seperti organisasi informal, padahal statusnya sebagai badan hukum menuntut pertanggungjawaban yang sangat serius,” paparnya.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004, yayasan didefinisikan sebagai badan hukum yang terdiri atas kekayaan yang dipisahkan untuk tujuan sosial, keagamaan, dan kemanusiaan. Karakteristik utamanya terletak pada sifat nirlaba yang membedakannya dari perusahaan komersial.

Lebih lanjut dijelaskan karakteristik yayasan yang komprehensif:

  • Status badan hukum yang sah setelah memperoleh pengesahan dari Menteri Hukum dan HAM
  • Larangan mutlak pembagian keuntungan kepada siapapun, termasuk pendiri
  • Kekayaan yang terpisah secara permanen dari kekayaan pribadi pendiri
  • Tujuan yang terbatas pada bidang sosial, keagamaan, dan kemanusiaan
  • Kepengurusan kolektif melalui tiga organ: Pembina, Pengurus, dan Pengawas

Setiap yayasan wajib memiliki Anggaran Dasar (AD) yang berfungsi sebagai konstitusi organisasi. Pasal 14 UU Yayasan secara tegas mengatur muatan minimal AD, meliputi nama dan tempat kedudukan, tujuan, visi dan misi, serta jangka waktu pendirian.

Dalam praktik, sering ditemukan AD yang asal copy-paste tanpa menyesuaikan dengan kebutuhan spesifik organisasi. Akibatnya, ketika terjadi sengketa internal, tidak ada mekanisme penyelesaian yang jelas, seperti dalam kasus pergantian pengurus yang mandek karena AD tidak mengatur kuorum rapat yang valid.

Meski bersifat nirlaba, yayasan tetap memiliki kewajiban perpajakan yang komprehensif. Peraturan Direktorat Jenderal Pajak Nomor PER-02/PJ/2019 mengatur secara rinci kewajiban perpajakan yayasan, termasuk kewajiban memiliki NPWP, menyampaikan SPT Tahunan, dan memotong pajak untuk transaksi tertentu.

Namun, yayasan juga mendapatkan berbagai fasilitas perpajakan, antara lain:

  • Pembebasan Pajak Penghasilan untuk sisa lebih yang ditanamkan kembali
  • Pengecualian PPh untuk hibah dan sumbangan tanpa hubungan usaha
  • Pembebasan PPN untuk jasa pendidikan dan sosial
  • Fasilitas pengurangan pajak untuk donatur

Pasal 51 UU Yayasan mewajibkan pengurus menyusun laporan tahunan yang komprehensif, terdiri dari laporan kegiatan dan laporan keuangan. Ketentuan ini diperkuat dengan Pasal 53 yang mewajibkan audit eksternal untuk yayasan dengan unit usaha properti atau anak perusahaan PT.

Transparansi dalam pelaporan tidak hanya memenuhi kewajiban hukum, tetapi juga membangun kepercayaan publik dan donatur. Sayangnya, banyak yayasan yang mengabaikan kewajiban ini hingga berhadapan dengan sanksi administrasi.

Aspek yang paling sering diabaikan adalah pertanggungjawaban hukum pengurus. Pasal 55 UU Yayasan jo. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana mengatur sanksi pidana bagi pengurus yang melalaikan kewajiban, termasuk kemungkinan pidana penjara untuk penyalahgunaan dana yayasan.

Pengurus yayasan perlu menyadari bahwa mereka bisa dipidana untuk tindakan seperti menggunakan dana beasiswa untuk keperluan pribadi, yang termasuk dalam tindak pidana penggelapan.

H. Ahmad Sulaiman menekankan pentingnya konsultasi hukum sebelum pendirian yayasan. “Pahami semua kewajiban sebelum memutuskan mendirikan yayasan. Draft AD yang komprehensif, sesuaikan dengan kebutuhan spesifik, dan jangan gunakan template standar,” sarannya.

Rekomendasi lengkap meliputi:

  1. Membuat sistem akuntansi yang baik sejak awal
  2. Melakukan audit rutin tanpa menunggu munculnya masalah
  3. Mengembangkan kapasitas pengurus secara berkelanjutan
  4. Mendokumentasikan semua transaksi dengan rapi
  5. Selalu mengupdate pengetahuan tentang regulasi terbaru

Yayasan yang dikelola dengan baik tidak hanya memenuhi kewajiban hukum, tetapi juga mampu membangun kepercayaan publik dan memberikan dampak sosial yang lebih besar. (Red.)

Editor: Nurul Khairiyah

Comments (0)
Add Comment