PURWAKARTA (detikgp.com) – Pengadilan Negeri Purwakarta menyatakan bahwa penerbitan Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) atas nama PT Lifelon Jaya Makmur dinyatakan cacat administrasi. Majelis hakim menilai Pemerintah Kabupaten Purwakarta dan Badan Pertanahan Nasional (BPN) tidak melakukan verifikasi lapangan secara memadai sebelum menetapkan hak atas tanah tersebut.
Putusan tersebut tercantum dalam perkara Nomor 6/Pdt.G/2025/PN Pwk, yang dibacakan di ruang sidang Pengadilan Negeri Purwakarta pada tahun 2025.
Kasus ini bermula dari gugatan tujuh warga Desa Cilangkap, Kecamatan Babakancikao, Kabupaten Purwakarta, yang mengaku sebagai ahli waris almarhum Suminta, penggarap tanah seluas 54.000 meter persegi di wilayah tersebut.
Mereka menggugat PT Lifelon Jaya Makmur, Pemerintah Kabupaten Purwakarta, Kepala Desa Cilangkap, dan BPN Purwakarta atas penerbitan SHGB No. 00071. Menurut para penggugat, tanah tersebut telah lama mereka garap secara turun-temurun dan bukan tanah kosong sebagaimana disebut dalam dokumen pemerintah.
Para warga juga mempersoalkan Surat Keputusan Bupati Purwakarta No. 503/Kep.505-BPMPTSP/2011, yang menjadi dasar pemberian izin lokasi kepada PT Lifelon. Mereka menilai keputusan tersebut tidak mempertimbangkan fakta sosial di lapangan.
Dalam sidang, pihak penggugat menunjukkan Surat Keterangan Garapan Tanah No. 590/X/DS/2014 yang ditandatangani Kepala Desa Cilangkap sebagai bukti penguasaan lahan. Mereka juga menghadirkan saksi yang menyatakan bahwa keluarga mereka telah menempati lahan itu selama lebih dari tiga dekade.
Sementara itu, PT Lifelon Jaya Makmur membantah tuduhan tersebut. Melalui kuasa hukumnya, perusahaan menjelaskan bahwa lahan tersebut sejak lama merupakan tanah negara yang dimanfaatkan secara legal dan kemudian memperoleh SHGB setelah melalui prosedur resmi.
BPN Purwakarta menegaskan bahwa penerbitan SHGB telah dilakukan sesuai peraturan, sedangkan Pemerintah Kabupaten Purwakarta menyatakan SK Bupati diterbitkan setelah mendapat pertimbangan teknis dari berbagai instansi terkait.
Dalam pertimbangannya, Majelis Hakim menyebut bahwa fakta lapangan menunjukkan adanya penguasaan fisik dan penggarapan nyata oleh masyarakat setempat di atas tanah tersebut sejak lama. Namun, verifikasi administratif oleh pemerintah dan BPN tidak memperhatikan kondisi sosial di lapangan.
Majelis berpendapat, tindakan tersebut termasuk kelalaian administratif dan tidak sejalan dengan prinsip keadilan dalam pengelolaan pertanahan.
“Penerbitan sertifikat yang tidak memperhatikan keberadaan masyarakat penggarap dianggap cacat administrasi,” demikian salah satu kutipan dari pertimbangan putusan tersebut.
Dalam amar putusannya, Majelis Hakim:
Mengabulkan gugatan warga untuk seluruhnya;
- Menyatakan SHGB No. 00071 atas nama PT Lifelon Jaya Makmur cacat administrasi dan tidak berkekuatan hukum mengikat;
- Menyatakan Surat Keputusan Bupati Purwakarta No. 503/Kep.505-BPMPTSP/2011 tidak sah;
- Menyatakan para tergugat — yakni PT Lifelon, Pemkab Purwakarta, Kepala Desa Cilangkap, dan BPN — telah melakukan perbuatan melawan hukum;
- Menghukum para tergugat secara tanggung renteng untuk membayar ganti rugi sebesar Rp15 miliar kepada para penggugat;
- Memerintahkan agar putusan dapat dilaksanakan serta-merta (uitvoerbaar bij voorraad) meskipun masih ada upaya hukum lanjutan.
Putusan ini menjadi salah satu contoh bagaimana kelalaian administratif dalam proses pertanahan dapat menimbulkan sengketa hukum panjang antara warga dan pemerintah daerah.
Kasus ini juga menunjukkan pentingnya verifikasi sosial dan faktual sebelum pemerintah maupun BPN menerbitkan hak atas tanah kepada pihak ketiga, agar tidak menimbulkan kerugian bagi masyarakat yang telah lama menempati lahan. (Red./As)
Editor: Nurul Khairiyah