Praperadilan Nadiem Ditolak, Ini Kata Kuasa Hukum dan Mantan Jaksa Agung

JAKARTA (detikgp.com) – Gugatan praperadilan yang diajukan oleh kuasa hukum Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim dalam kasus dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook resmi ditolak oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Putusan tersebut membuka jalan bagi Kejaksaan Agung untuk melanjutkan proses penyidikan terhadap kasus yang disebut menimbulkan kerugian negara hingga Rp 1,98 triliun.

Penolakan praperadilan ini memunculkan perdebatan menarik antara kuasa hukum Nadiem, akademisi hukum pidana, dan mantan pejabat Kejaksaan Agung, terutama terkait penerapan dua alat bukti dan ruang lingkup pemeriksaan praperadilan.

Pakar hukum pidana Prof. Ibnu Nugroho dari Universitas Jenderal Sudirman menjelaskan, fungsi utama praperadilan adalah menguji aspek formil dalam penegakan hukum.

“Dalam desain KUHAP, praperadilan membahas aspek formil, belum menyentuh substansi perkara. Dua alat bukti yang dimaksud adalah bukti yang masih dalam proses penyidikan,” ujar Ibnu.

Namun, Dodi Abdul Kadir, kuasa hukum Nadiem Makarim, memiliki pandangan berbeda.

“Kami sepakat praperadilan memeriksa aspek formal, tetapi kami berbeda dengan pertimbangan hakim yang memberi keleluasaan penuh kepada penyidik dalam menetapkan dua alat bukti,” jelasnya.

Menurut Dodi, hakim seharusnya menilai tidak hanya jumlah alat bukti, tetapi juga relevansi dan keabsahannya, terutama dalam perkara korupsi yang merupakan delik materiil dan menuntut pembuktian adanya kerugian negara.

Mantan Plt Jaksa Agung Muda Bidang Pengawasan, Jasman Panjaitan, menilai langkah penyidik sudah sesuai hukum acara.

“Kejaksaan dalam menetapkan tersangka telah memenuhi minimal dua alat bukti. Dalam kasus ini, saya melihat memang ada niat jahat yang diwujudkan dengan perbuatan melawan hukum,” tegas Jasman.

Ia juga mengingatkan pentingnya kehati-hatian seorang pejabat publik. “Seorang menteri seharusnya menerapkan prinsip kehati-hatian. Ini yang saya lihat tidak dilakukan oleh Pak Nadiem,” tambahnya.

Dodi membantah keras tudingan adanya unsur niat jahat atau mens rea pada kliennya.

“Perlu diluruskan bahwa Pak Nadiem tidak ingin menjadi menteri. Beliau saat itu sedang fokus pada perusahaannya yang jelas bermanfaat bagi masyarakat,” kata Dodi.

Ia juga menegaskan bahwa pembahasan pengadaan Chromebook baru dilakukan setelah Nadiem menjabat sebagai menteri.

“Tidak ada pembicaraan tentang Chromebook sebelum beliau dilantik. Semua baru muncul setelah adanya usulan dari staf,” ujarnya.

Dodi menambahkan, kebijakan tersebut diambil dalam kondisi darurat pandemi COVID-19 demi memastikan proses belajar mengajar tetap berjalan.

“Dengan adanya Chromebook, kegiatan belajar, ujian, dan kelulusan selama masa COVID bisa tetap berlangsung,” jelasnya.

Dodi memastikan tidak akan kembali mengajukan praperadilan. “Kami fokus menyiapkan pembuktian di persidangan pokok perkara untuk menunjukkan bahwa klien kami tidak bersalah,” tegasnya.

Sementara itu, Prof. Ibnu menilai tahap persidangan mendatang akan menjadi kunci.

“Pembuktian adalah jantung dari hukum pidana. Tim kuasa hukum harus mampu merumuskan secara jelas lokus dan tempus deliktinya, terutama mengingat konteks pandemi,” ujarnya.

Kasus yang menyeret nama Nadiem Makarim bersama dua tersangka lainnya kini memasuki babak baru. Dengan ditolaknya praperadilan, penyidikan oleh Kejaksaan Agung dipastikan berlanjut. (Red./As)

Editor: Nurul Khairiyah

DKI JakartaNadiem Makarim
Comments (0)
Add Comment