Telkom Resmi Spin-off Bisnis Fiber Optik Senilai Rp 35,78 Triliun, Ini Strategi dan Dampaknya

JAKARTA (detikgp.com) – Berdasarkan laporan resmi PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk, perseroan mengumumkan rencana pemisahan (spin-off) unit bisnis wholesale fiber connectivity senilai Rp 35,78 triliun ke anak perusahaannya, PT Telkom Infrastruktur Indonesia (TIF). Langkah strategis yang ditandai dengan penandatanganan Conditional Spin-Off Agreement ini bukan sekadar pemindahan aset, melainkan sebuah transformasi bisnis yang mencontoh kesuksesan operator telekomunikasi global dan bertujuan mempercepat digitalisasi di Indonesia.

Berdasarkan laporan resmi yang ditujukan kepada Bursa Efek Amerika Serikat (SEC) dalam Form 6-K, transaksi yang ditandai dengan penandatanganan Conditional Spin-Off Agreement ini merupakan spin-off parsial. Pasca transaksi, Telkom akan tetap memegang kendali penuh dengan kepemilikan saham mayoritas 99,9999997% di TIF.

Lantas, mengapa aset strategis senilai triliunan rupiah ini tidak terus dikelola langsung? Jawabannya terletak pada paradigma baru dalam industri telekomunikasi global.

Pertama, fokus dan efisiensi. Dengan menjadi entitas tersendiri yang sering disebut “FiberCo”, TIF dapat berkonsentrasi penuh pada pengelolaan dan pengembangan infrastruktur. Fokus ini memungkinkan operasional yang lebih efisien, pengelolaan aset yang lebih profesional, dan pengembangan layanan yang lebih agresif.

Kedua, membuka akses modal dan kemitraan strategis. Sebagai bagian dari Telkom, akses pendanaan untuk bisnis infrastruktur yang padat modal bisa terbatas. Dalam keterbukaan informasinya, manajemen TIF telah berjalan sejak Desember 2023, menunjukkan kesiapan untuk operasional penuh. Sebagai perusahaan independen, TIF menjadi lebih lincah dan menarik bagi investor strategis, baik domestik maupun asing, untuk mendanai ekspansi jaringan fiber ke daerah-daerah yang membutuhkan investasi besar.

Ketiga, meningkatkan daya saing dengan netralitas. Pasar wholesale fiber optik semakin kompetitif. Sebagai perusahaan mandiri, TIF dapat melayani semua penyedia layanan internet (ISP), termasuk pesaing Telkom, dengan lebih netral dan transparan. Model ini menciptakan aliran pendapatan baru yang signifikan, di mana TIF menjadi tulang punggung digital bagi banyak perusahaan.

Strategi spin-off infrastruktur ini adalah sebuah tren global. Telkom belajar dari kesuksesan perusahaan seperti Telstra di Australia yang memisahkan infrastruktur jaringannya ke Telstra InfraCo, dan TIM di Italia yang memisahkan jaringan fiber-nya menjadi “NetCo” terpisah untuk menarik investasi.

Preseden sukses juga telah terbukti di dalam tubuh Grup Telkom sendiri. PT Dayamitra Telekomunikasi (Mitratel), hasil spin-off aset menara BTS dari Telkomsel, telah menjadi salah satu perusahaan menara telekomunikasi terbesar di dunia dan tercatat sukses di Bursa Efek Indonesia. Keberhasilan Mitratel ini menjadi blueprint yang memperkuat keyakinan terhadap strategi spin-off fiber optik.

Setiap kebijakan strategis membawa konsekuensi. Keuntungan utama spin-off ini adalah fokus, terungkapnya nilai aset, akses modal yang lebih baik, dan netralitas operasional. Namun, langkah ini juga membutuhkan biaya transaksi yang tidak kecil dan menambah kompleksitas struktur korporat.

Bagi pelanggan, perusahaan memastikan tidak akan ada gangguan layanan atau biaya tambahan. Semua kontrak akan dialihkan ke TIF secara otomatis berdasarkan undang-undang. Sementara itu, karyawan yang terlibat dalam bisnis ini akan dialihkan statusnya ke TIF dengan memperhatikan semua hak dan kewajibannya.

Rencana ini kini menunggu persetujuan final dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Telkom yang dijadwalkan pada 12 Desember 2025. Kreditur perusahaan juga diberikan waktu hingga 4 November 2025 untuk menyampaikan keberatan.

Dengan tetap memegang kendali, Telkom memastikan mereka tidak kehilangan aset vital ini, sambil memberinya kebebasan operasional untuk tumbuh lebih pesat. Spin-off TIF bukanlah pelepasan aset, melainkan strategi pemberdayaan maksimal untuk menghadapi gelombang digitalisasi, mempercepat pemerataan internet di Indonesia, dan menciptakan nilai tambah bagi pemegang saham dan bangsa. (Red./As)

Editor: Nurul Khairiyah

Anda mungkin juga berminat