KPK Tahan Tersangka Suap IUP Kalimantan Timur, Mantan Gubernur dan Anaknya Turut Terlibat

JAKARTA (detikgp.com) – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menunjukkan taringnya dalam memberantas korupsi di sektor pertambangan. Dalam konferensi pers yang digelar di Gedung Merah Putih (25/8-2025), KPK mengumumkan penahanan satu tersangka dalam kasus dugaan suap perizinan usaha pertambangan (IUP) di Kalimantan Timur periode 2013-2018.

Tersangka yang ditahan adalah ROC, seorang wiraswasta yang juga menjabat komisaris di beberapa perusahaan, termasuk PT SJK, PT CBK, PT BJL, dan PT APB. Penahanan ini merupakan bagian dari pengembangan kasus yang melibatkan tiga tersangka, yaitu AFI, mantan Gubernur Kalimantan Timur; DDW, anak AFI sekaligus Ketua Kadin Kaltim; dan ROC sendiri.

Plt. Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, menjelaskan bahwa penahanan ROC dilakukan setelah yang bersangkutan dua kali mangkir dari panggilan pemeriksaan tanpa alasan jelas.

Penyidik akhirnya melakukan jemput paksa pada Kamis, 21 Agustus 2025, di Surabaya. “KPK melakukan penahanan kepada saudara ROC untuk 20 hari pertama terhitung sejak tanggal 21 Agustus sampai dengan 9 September 2025 di Rutan Cabang Gedung Merah Putih KPK,” ujar Asep.

Asep Guntur memaparkan kronologi kasus ini. Pada Juni 2014, ROC menugaskan makelar bernama SUG untuk mengurus perpanjangan enam IUP miliknya ke Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur. Namun, perpanjangan tersebut kemudian dilanjutkan oleh kolega SUG, yaitu IC.

Dalam proses pengurusan, ROC dan IC menemui AFI, yang saat itu menjabat mantan Gubernur Kaltim, di rumah dinasnya. Pertemuan ini bertujuan untuk mencari solusi atas gugatan perdata dan pidana yang dihadapi perusahaan ROC. Sebagai imbalan, ROC mengirimkan uang sebesar Rp3 miliar kepada IC yang kemudian sebagian diserahkan kepada pejabat terkait.

Pada Januari 2015, IC menyerahkan uang tunai Rp150 juta kepada MTA, Kepala Seksi Pengusahaan Dinas ESDM Provinsi Kaltim, dan Rp50 juta kepada AMR. Proses ini berlanjut hingga IC dan AMR terhubung dengan DDW, anak dari AFI.

Negosiasi pun terjadi antara ROC melalui perantaranya, SUG, dengan DDW. DDW awalnya meminta Rp3,5 miliar untuk pengurusan keenam IUP tersebut, menolak tawaran awal sebesar Rp1,5 miliar dari IC. Permintaan ini akhirnya dipenuhi oleh ROC. Uang suap sebesar Rp3,5 miliar diserahkan dalam bentuk pecahan dolar Singapura dalam dua kali penyerahan.

Setelah transaksi, ROC menerima dokumen SK perpanjangan enam IUP dari DDW, yang diantar oleh babysitter DDW, IJ.

Atas perbuatannya, ROC dijerat dengan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

KPK juga menjelaskan bahwa nama-nama lain yang disebut dalam kasus ini, seperti SUG dan IC, masih dalam proses pendalaman. “Untuk yang lainnya sedang kita dalami peran-perannya,” kata Asep Guntur. Ia menambahkan bahwa keterangan dari persidangan nantinya diharapkan dapat menjadi informasi tambahan untuk melengkapi penyidikan terhadap tersangka lain.

Terkait status AFI yang telah meninggal dunia pada Desember 2024, Asep menjelaskan bahwa KPK sedang memproses penghentian penyidikan (SP3) terhadapnya, karena salah satu dasar penghentian penyidikan adalah meninggalnya tersangka.

“Sedang berproses karena meninggal tidak bisa langsung begitu saja kita ini, kemudian kita proses dulu pada tingkat direktorat penyidikan, ke tingkat kedeputian, dan ke tingkat pimpinan,” tutup Asep. (Red./As)

Editor: Nurul Khairiyah

Anda mungkin juga berminat