Mahkamah Agung Kukuhkan Kewajiban DLH Bekasi Buka Akses Informasi untuk AWPI

BEKASI (detikgp.com)Perjalanan panjang sengketa informasi publik antara Asosiasi Wartawan dan Penulis Indonesia (AWPI) Kota Bekasi dengan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) setempat akh menemui titik terang. Mahkamah Agung (MA) secara tegas mengukuhkan kewajiban DLH Kota Bekasi untuk melaksanakan putusan Komisi Informasi yang telah berkekuatan hukum tetap (inkrah). Putusan ini menegaskan prinsip transparansi dalam tata kelola pemerintahan.

Proses eksekusi putusan nomor 354 tersebut kini berada di bawah pengawasan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Bandung. Dalam sidang pengawasan eksekusi yang dipimpin oleh Ketua Pengadilan Dr. Agus Budi Susilo, S.H., M.H., dengan didampingi Panitera Suhendra, S.H., M.H., majelis hakim memberikan perintah tegas kepada DLH Kota Bekasi.

Kuasa Hukum AWPI, Sigit Handoyo Subagiono (SHS), dalam konferensi persnya, menyampaikan bahwa hakim pengawas eksekusi telah menegaskan sifat putusan yang kondemnatoir (memerintahkan untuk berbuat sesuatu), bukan deklaratoir (menyatakan suatu keadaan). Artinya, kewajiban untuk melaksanakan putusan adalah mutlak.

“Perlu dicatat, peninjauan kembali (PK) yang diajukan oleh Dinas Lingkungan Hidup tidak menghambat sama sekali proses eksekusi. Hakim pengawas meminta kepada DLH untuk segera melaksanakan putusan yang sudah inkrah tersebut dalam waktu 21 hari ke depan,” tegas SHS, seperti dikutip dari transkripsi konferensi pers.

Sengketa ini berawal ketika AWPI Kota Bekasi mengajukan permohonan informasi publik kepada DLH terkait sejumlah data lingkungan, termasuk dokumen pertanggungjawaban dan bukti pengembalian dana ke kas daerah. Permohonan ini kemudian ditolak oleh DLH, yang berujung pada sengketa dan proses hukum berjenjang yang dimenangkan oleh AWPI.

Meski kemenangan di tingkat kasasi MA telah diraih, eksekusi ternyata tidak berjalan mulus. DLH Kota Bekasi dinilai lambat dalam mematuhi putusan pengadilan. Bahkan, dalam perjalanannya, kuasa hukum AWPI menyoroti beberapa kejanggalan prosedural dari pihak DLH.

“Tadi saja, surat kuasa salah, sehingga harus diperbaiki. Tapi surat tugasnya benar. Kan lucu, sekelas kepala dinas salah memberikan kuasa,” ujar SHS, menyiratkan adanya ketidakkonsistenan dari pihak lawan.

Lebih lanjut, SHS mengingatkan adanya konsekuensi serius jika DLH tetap tidak mematuhi perintah hakim dalam tenggat waktu 21 hari tersebut. Majelis hakim berwenang membuat penetapan yang akan dilaporkan kepada Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB), bahkan hingga ke tingkat Presiden. Selain itu, terdapat ancaman sanksi administrasi bagi Aparatur Sipil Negara (ASN) yang terbukti tidak melaksanakan isi putusan.

“Harapan kepada pemerintah daerah, khususnya Pemerintah Kota Bekasi, jangan tidur. Lihat anak buahnya, awasi kepala dinasnya. Kalau memang tidak kompeten, singkirkan. Karena ini sangat mempermalukan pemerintah daerah Kota Bekasi,” tambah SHS, memberikan peringatan keras.

Sebagai bentuk perlawanan hukum terakhir, DLH Kota Bekasi diketahui telah mengajukan Peninjauan Kembali (PK). Menanggapi hal ini, kuasa hukum AWPI telah menyampaikan kontra memori banding ke PTUN Bandung pada 21 Oktober 2025.

Dalam kontra memorinya, SHS menyatakan kesedihannya melihat pejabat publik yang dinilai belum paham dalam menyikapi persoalan hukum. Ia juga menegaskan komitmennya untuk menjaga integritas proses hukum.

“Saya berharap para penegak hukum pada tingkat PTUN Bandung sampai Mahkamah Agung R.I. selalu tetap memiliki integritas yang kuat tanpa bisa diintervensi oleh siapapun,” tutup SHS.

Hingga berita ini diturunkan, upaya untuk mendapatkan konfirmasi dari Plt. DLH Kota Bekasi melalui panggilan telepon dan WhatsApp belum memperoleh tanggapan.

Putusan MA yang mengukuhkan kemenangan AWPI ini bukan sekadar kemenangan bagi satu organisasi, melainkan sebuah preseden penting bagi gerakan transparansi informasi publik. Keputusan ini mengirim pesan tegas kepada seluruh instansi pemerintah bahwa hak masyarakat untuk mengetahui tidak dapat dihalang-halangi, dan setiap putusan pengadilan yang telah inkrah wajib ditaati tanpa reserve. (Red./Ad)

Editor: Nurul Khairiyah

Anda mungkin juga berminat